MAKALAH
TENTANG IDENTITAS NASIONAL
Tugas ini Disusun Untuk Memenuhi
Tugas Kelompok Mata Kuliah Kewarganegaraan
Dosen Pengampu : Apiek Gandamana, S.Pd, M.Pd
DI
S
U
S
U
N
OLEH
KELOMPOK 2
FRANS
WESLEY MUNTHE
WAGINO
YASSER
ARAFAT
KELAS EKSTENSI
UNIVERSITAS
NEGERI MEDAN
FAKULTAS
EKONOMI
MANAJEMEN
2017

KATA PENGANTAR
Segala
puji dan syukur kita panjatkan pada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa (TYME) atas karunianya kami dapat menyelesaikan
makalah ini yang berjudul “Identitas Nasional”. Tujuan kami membuat makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas kuliah kami denga mata kuliah “Kewarganegaraan”.
Dengan
penuh kesadaran kami tahu bahwa
sesungguhnya makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Dalam proses pembuatan ini kami menjumpai hambatan, namun berkat dukungan
materil dari berbagai pihak, akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan cukup baik, oleh
karena itu melalui kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih.
Kami mohon maaf bila
masih ada kesalahan dalam pembuatan makalah ini. Kritik dan saran kami terima
dengan sepenuh hati.
Medan, Februari
2017
Penulis
DAFTAR ISI
BAB II
PENDAHULUAN
2.1 Latar Belakang
Pada era
globalisasi ini, idiologi pancasila bisa saja menguasai dunia. Kapitalisme
dapat mengubah masayarakat dan menjadi sistem internasional yang menentukan
nasib ekonomi sebagian besar bangsa-bangsa di dunia. Secara kapitalisme juga
dapat mempengaruhi sistem social politik dan budaya masyarakat diberbagai
negara.
Dalam kondisi
dimana negara-negara nasional telah dipengaruhi prinsip kapitalisme, lambat
laun negara-negara kebangsaan akan semakin terdesak. Dalam menghadapi kondisi
seperti itu, tentunya sangat tergantung kemampuan bangsa yang bersangkutan
mempertahankan jati dirinya.
Merujuk pendapat
Toyenbee setiap bangsa yang memiliki ciri khas tersendiri akan menghadapi
tantangan dari pengaruh budaya asing. Jika suatu bangsa dihadapkan dengan tantangan
yang cukup besar, sementara kemampuan untuk merespon tantangan relative kecil
dimungkinkan bangsa bersangkutan menjadi punah. Namun demikian jika tantangan
yang dihadapi kecil sementara kemampuan yang dimiliki bangsa untuk
menghadapinya cukup besar, maka bangsa yang bersangkutan tidak akan berkembang
menjadi bangsa yang kreatif. Karena itu setiap bangsa yang ingin eksis dalam
pergaulan internasional haruslah meletakkan jati diri dan identitas nasionalnya
sebagai dasar kepribadian.
Demikian halnya dengan
bangsa Indonesia, agar dapat tetap eksis menghadapi globalisasi, maka harus
meletakkan jati diri dan identitas nasional yang merupakan kepribadian
Indonesia sebagai dasar pengembangan kreativitas budaya dalam pergaulan
internasional. Diharapkan justru dalam menghadapi globalisasi dengan berbagai
tantangan yang dibeberapa negara cenderung menghancurkan
nasionalisme-nasionalisme kesadaran nasional Indonesia bangkit kembali.
Identitas nasional
Indonesia yang diharapkan tidak cukup hanya dipahami secara statis, tetapi juga
dalam konteks dinamis. Karena pengembangan identitas nasional secara dinamis
lebih memungkinkan suatu bangsa diperhitungkan dalam pergaulan antar bangsa di
dunia. Sebagai contoh beberapa bangsa (misalnya bangsa inggris) menjadi dikenal
di dunia, tidak terlepas dari akselerasi pembangunan di bidang ilmu pengetahuan
dan teknologi.
Sehubungan dengan
indentitas nasional secara dinamis, bangsa Indonesia harus memiliki visi yang
jelas. Terlebih dalam melakukan reformasi identitas nasional Indonesia haruslah
dikembangkan melalui dasar filosofi bangsa dan negara yaitu Bhineka Tunggal Ika,
yang terkandung dalam filosofi pancasila. Karena itu bangsa Indonesia harus
semakin terbuka, dan dinamis namun harus tetap berkeadapan serta memiliki
kesadaran akan kebersamaan dan persatuan.
2.2 Rumusan Masalah
a. Apa yang
dimaksud dengan Identitas Nasional?
b. Bagaimana
Karakteristik Identitas Nasional?
c. Bagaimana
Parameter Identitas Nasional itu?
2.3 Tujuan
a. Mengetahui secara detail mengenai
Identitas, Karakteristik, dan Parameter Nasional
BAB I
PEMBAHASAN
A. Pengertian Identitas Nasional
Dewasa ini, setiap
bangsa tidak mungkin bisa menghindar dari pengaruh kehidupa global. Kemajuan
teknologi komunikasi dan informasi yang sangat pesat membuat batas-batas teritori
negara. Tidak berarti dalam menghempang masuknya pengaruh-pengaruh asing.dengan
kenyataan demikian globalisasi menjadi tantangan yang sangat kuat bagi
eksistensi suatu bangsa. Tidak terkecuali bangsa Indonesia dihadapkan dalam
pengaruh kekuatan internasional. Oleh karena itu agar bangsa Indonesia tetap
eksis dalam menghadapi globalisasi maka harus tetap meletakkan jati diri dan
identitas nasional yang merupakan kepribadian bangsa Indonesia sebagai dasar
pengembangan kreativitas budaya globalisasi. Sebagaimana terjadi diberbagai
negara di dunia, justru dalam era globalisasi dengan penuh tantangan yang
cenderung menghancurkan nasionalisme, muncul kebangkitan kembali kesadaran
nasional.
Pengertian
identitas nasional pada hakikatnya adalah : “manifestasi nilai-nilai budaya
yang tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan suatu bangsa (nation) dengan ciri-ciri khas, dan
dengan ciri-ciri khas tadi suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain dalam
kehidupannya” (Wibisono Koento:2005).
Identitas
berasal dari kata identity yang berarti ciri-ciri, tanda-tanda, atau jati diri
yang melekat pada seorang atau sesuatu yang membedakannya dengan yang lain.
Dalam terminology antropologi, identitas adalah sifat khas yang menerangkan dan
sesuai dengan kesadaran diri pribadi, golongan, kelompok, komunitas atau negara
sendiri. Kata “nasional” dalam identitas nasional merupakan identitas yang
melekat pada kelompok-kelompok yang lebih besar yang diikat oleh kesamaan-kesamaan,
baik fisik seperti budaya, agama, bahasa maupun nonfisik seperti keinginan,
cita-cita, dan tujuan. Istilah identitas nasional atau identitas bangsa
melahirkan tindakan kelompok (collective
action) yang diberi atribut nasional.
Istilah “identitas
nasional” secara terminologis adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa
yang secara filosofis membedakan bangsa
tersebut dengan bangsa lain (kaelan & Zubaidi, 2007:43) merujuk pada
pengertian ini, dapat dipastikan bahwa setiap bangsa memiliki identitas yang
menjadi keunikan tersendiri, yang tercermin dalam sifat, ciri-ciri serta
karakter dari bangsa bersangkutan. Pembentukan identitas nasional tentunya
tidak terlepas dari proses terbentuknya seuatu bangsa secara historis. Karena
itu pula maka identitas nasional suatu bangsa tidak dapat dipisahkan dari jati
diri bangsa bersangkutan yang lebih popular disebut sebagai kepribadian suatu
bangsa.
Kepribadian
sebagai identitas bangsa, melekat pada diri setiap individu anggota suatu
bangsa. Dalam hal ini yang dimaksud dengan bangsa adalah sekelompok dasar
manusia yang dalam proses sejarahnya mengalami persamaan nasib, dan oleh
karenanya mempunyai persamaan watak atau karakter yang kuat untuk bersatu dan
hidup bersama mendiami suatu wilayah tertentu sebagai suatu “kesatuan
nasional”. Para tokoh besar ilmu pengetahuan yang mengkaji tentang hakikat
kepribadian bangsa tersebut dari beberapa disiplin ilmu, antara lain Margareth
Mead, Ruth Benedict, Ralph Linton, Abraham Kardiner, Davis Riesman. Menurut
Mead dalam “Antrophology to Day” (1954) misalnya, bahwa studi tentang “National
Character” mencoba untuk menyusun suatu kerangka pikiran yang merupakan suatu
konstruksi tentang bagaimana sifat-sifat yang dibawa oleh kelahiran dan
unsur-unsur Idiotyncrotie pada tiap-tiap manusia dan patron umum serta patron
individu dari proses pendewasaannya diintegrasikan dalam tradisi social yang
didukung oleh bangsa itu sedemikian rupa sehingga Nampak sifat-sifat kebudayaan
yang sama, yang menonjol yang menjadi ciri khas suatu bangsa tersebut (Kroeber,
1954, 1981:7 dalam Kaelan & Zubaidi, 2007:43).
Merujuk
hasil penelitian Ralph Linton bersama dengan pakar Psikolog Abraham Kardiner,
tentang watak umum suatu bangsa dengan objek penelitiannya bangsa Maequesesas
dan Tanala yang menghasilkan sebuah konsepsi tentang basic personality
structure. Kaelan dan Zubaidi (2007) menyatakan semua unsur watak sama dimiliki
oleh sebagian besar warga suatu masyarakat. Unsur watak yang sama ini
disebabkan oleh pengalaman-pengalaman yang sama yang telah dialami oleh warga
masyarakat tersebut, karena mereka hidup dibawah pengaruh suatu lingkungan
kebudayaan selama masa tumbuh dan berkembangnya bangsa tersebut.
Linton
juga mengemukakan pengertian tentang status personality, yaitu watak individu
yang ditentukan oleh statusnya yang didapatkan dari kelahiran maupun dari
segala daya upayanya. Status personality seseorang mengalami perubahan dalam
suatu saat, jika seseorang tersebut bertindak dalam kedudukannya yang
berbeda-beda, misalnya sebagai ayah, sebagai pegawai, sebagai anak laki-laki,
sebagai pedagang dan sebagainya.
Berdasarkan
uraian diatas, maka pengertian kepribadian sebagai suatu identitas nasional
suatu bangsa, adalah keseluruhan atau totalitas dari kepribadian
individu-individu sebagai unsur yang membentuk bangsa tersebut. Oleh karena
itu, pengertian identitas nasional suatu bangsa tidak dapat dipisahkan dengan
pengertian “Peoples Character”, “National Character”, atau “National
Identity”. Dalam hubungannya dengan
identitas nasional Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia kiranya sangat sulit
jikalau hanya dideskripsikan berdasarkan ciri khas fisik. Hal ini mengingat
bangsa Indonesia itu terdiri atas berbagai macam unsur etnis, ras, suku,
kebudayaan, agama serta karakter yang sejak asalnya memang memiliki suatu
perbedaan. Oleh karena itu, kepribadian bangsa Indonesia sebagai suatu
identitas nasional secara historis berkembang dan menemukan jati dirinya
setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Namun
demikian, identitas nasional suatu bangsa tidak cukup hanya dipahami secara
statis mengingat bangsa adalah kumpulan manusia-manusia yang senantiasa
berinteraksi dengan bangsa lain di dunia dengan hasil budayanya. Oleh karena
itu, identitas nasional suatu bangsa termasuk identitas nasional Indonesia juga
harus dipahami dalam konteks dinamis. Menurut Robert de Ventos sebagaimana
dikutip oleh Manuel Castells dalam bukunya, The Power Of Identity (dalam Suryo,
2002), mengemukakan bahwa selain factor etnisitas, teritoral, bahasa, agama,
serta budaya, juga factor dinamika suatu bangsa tersebut dalam proses
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, identitas
nasional bangsa Indonesia juga harus dipahami dalam arti dinamis, yaitu
bagaimana bangsa Indonesia melakukan akselerasi dalam pembangunan, termasuk
proses interaksinya secara global dengan bangsa-bangsa lain di dunia
internasional.
Bagi
bangsa Indonesia dimensi identitas nasional belum menunjukkan perkembangan
kearah sifat kreatif serta dinamis. Setelah bangsa Indonesia memproklamasikan
Kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, berbagai perkembangan kearah
kehidupan kebangsaan dan kenegaraan mengalami kemerosotan dari segi identitas
nasional. Pada masa mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia diharapkan pada
kemelut kenegaraan sehingga tidak membawa kemajuan bangsa dan negara.
Setelah
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 bangsa Indonesia kemali ke UUD 1945. Pada saat itu
dikenal periode orde lama dengan penekanan kepada kepemimpinan yang sifatnya
sentralistik. Pada periode tersebut partai komunis semakin berkembang dengan
subur, bahkan tatkala mencapai kejayaannya berupaya untuk menumbangkan
pemerintah Indonesia, yang ditandai dengan perang saudara yang memakan banyak
korban rakyat kecil. Maka muncullah
gerakan aksi dari para pemuda, pelajar, dan mahasiswa untuk menyelamatkan
bangsa dan negara dari bahaya negara atheistic.
Kejatuhan
kekuasaan Orde Lama digantikan dengan kekuasaan Orde Baru yang dipimpin oleh
Jenderal Soeharto. Pada periode Orde Baru, Soeharto mengembangkan program pembangunan
Nasional yang sangat popular dengan program Repelita. Memang sudah banyak yang
dilakukan Soeharto melalui pembangunan yang banyak dinikmati rakyat, namun
dalam kenyataannya pemerintah saat itu banyak melakukan hutang ke dana moneter
internasional, sehingga rakyat kembali dihadapkan pada beban yang sangat berat,
yaitu menanggung hutang negara. Selama kurang lebih tiga puluh dua tahun
Soeharto berkuasa seakan-akan bangsa Indonesia menunjukkan kepada masyarakat
dunia internasional bahwa bangsa Indonesia menunjukkan kepada masyarakat dunia
internasional bahwa bangsa Indonesia sebagai bangsa yang demokratis. Namun,
dalam kenyataannya hanya semu belaka, pemerintah pemilu memilih wakil-wakil
rakyat namun secara langsung atau tidak langsung juga mengarah kepada model
kepemimpinan yang sentralistik bahkan juga ditandai dengan kekuasaan militer.
Pada saat itu bangsa Indonesia berupaya secara dinamis akan mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi melalui menristek, bahkan juga dikembangkan teknologi
modern dengan mengembangkan perusahaan pesawat terbang “Nurtanio” yang
dipelopori oleh B.J Habibie. Meskipun seakan-akan pemerintah pada saat itu
mengembangkan teknologi modern, namun dalam kenyataannya industry pesawat
terbang tersebut belum memberikan peningkatan kesejahteraan rakyat. Yang paling
memprihatinkan saat itu adalah berkembangnya budaya korupsi, kolusi, dan
nepotisme (KKN) yang mengakar pada pejabat pemerintah negara, sehingga
konsekuensinya identitas nasional Indonesia saat itu dikenal sebagai bangsa
yang “korup”. Selain itu penguasa Orde Baru saat itu menempatkan filsafat
negara pancasila yang sekaligus juga sebagai identitas bangsa dan negara
Indonesia, sebagai alat legitimasi politis untuk mempertahankan kekuasaan.
Akibatnya saat itu sebagian rakyat bahkan banyak kalangan elit politik memiliki
pemahaman epistermologis yang sesat yaitu pancasila sebagai dasar filsafat
negara dan kepribadian bangsa Indonesia, seakan-akan identic dengan kekuasaan
Orde Baru.
Pasca
kekuasaan Orde Baru, bangsa Indonesia melakukan suatu gerakan nasional yang
popular disebut sebagai gerakan “reformasi”. Rakyat dengan ditokohi oleh
kalangan elit politik, para intelektual termasuk mahasiswa melakukan reformasi
dengan tujuan peningaktan kesejahteraan atas kehidupan rakyat. Diharapkan pada
era reformasi dewasa ini kehidupan rakyat menjadi semakin bebas, demokratis, dan yang lebih
penting lagi adalah meningkatnya kesejahteraan rakyat baik lahir maupun batin.
Sudah banyak memang yang dilakukan pemerintah negara Indonesia dalam melakukan
reformasi, baik di bidang politik,
Zubaidi, (2007: 42-46). Namun demikian
masih dihadapkan kepada berbagai masalah yang memerlukan perjuangan lebih
lanjut.
B. Parameter Identitas Nasional
Parameter identitas
nasional adalah suatu ukuran atau patokan yang dapat digunakan untuk menyatakan
sesuatu meliputi ciri khas suatu bangsa. Sesuatu yang diukur adalah unsur suatu
identitas seperti kebudayaan yang menyangkut norma, bahasa, adat istiadat, dan
teknologi, sesuatu yang alami atau ciri yang sudah terbentuk seperti geografis.
Sesuatu
yang terjadi dalam suatu masyarakat dan mencari ciri atau identitas nasional
biasanya mempunyai indicator sebagai berikut :
a.
Identitas
nasional menggambarkan pola perilaku yang terwujud melalui aktivitas masyarakat
sehari-harinya. Identitas ini menyangkut adat-istiadat, tata kelakuan, dan
kebiasaan. Ramah tamah, hormat kepada orang tua, dan gotong royong merupakan
salah satu identitas nasional yang bersumber dari adat-istiadat dan tata
kelakuan.
b.
Lambang-lambang
yang merupakan ciri dari bangsa dan secara simbolis menggambarkan tujuan dan
fungsi bangsa. Lambing-lambang negara ini biasanya dinyatakan dalam
undang-undang seperti Garuda Pancasila, bendera, bahasa, dan lagu kebangsaan.
c.
Alat-alat
perlengkapan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan seperti bangunan,
teknologi, dan peralatan manusia. Identitas yang berasal dari perlengkapan ini
seperti bangunan yang merupakan tempat ibadah (Borobudur, perambanan, masjid,
dan gereja), peralatan manusia (pakaian adat, teknologi bercocok tanam), dan
teknologi (pesawat terbang, kapal laut, dan lainnya).
d.
Tujuan
yang ingin dicapai suatu bangsa. Identitas yang bersumber dari tujuan ini
bersifat dinamis dan tidak tetap seperti budaya unggul, prestasi dalam bidang
tertentu, seperti di indonesai dikenal dengan bulu tangkis.
Bagi
bangsa Indonesia. Pengertian parameter identitas nasional tidak merujuk hanya
pada individu (adat-istiadat dan tata laku), tetapi berlaku pula pada suatu
kelompok Indonesia sebagai suatu bangsa yang majemuk, maka kemajemukan itu
merupakan unsur-unsur atau parameter pembentuk identitas yang melekat dan
diikat oleh kesamaan-kesamaan yang terdapat pada segenap warganya. Unsur-unsur
pembentuk identitas nasional berdasarkan ukuran parameter sosiologis adalah :
suku bangsa, kebudayaan, dan bahasa maupun fisik seperti kondisi geografis.
1.
Suku
Bangsa
Suku bangsa adalah golongan social yang khusus dan bersifat asktiptif
(ada sejak lahir), yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin.
Indonesia dikenal bangsa dengan banyak suku bangsa, dan menurut statistic hamper mencapai 300
suku bangsa. Setiap suku mempunyai adat istiadat, tata kelakukan, dan norma ang
berbeda, namun demikian beragam suku ini mampu mengintegrasikan dalam suatu
negara Indonesia untuk mencapai tujuan yaitu masyarakat yang adil dan makmur.
2.
Kebudayaan
Kebudayaan menurut ilmu sosiologi termaksud kesenian, ilmu pengetahuan,
teknologi, adat istiadat. Kebudayaan sebagai parameter identitas nasional bukanlah
suatu yang bersifat individual. Apa yang dilakukan sebagai kebiasaan pribadi
bekanlah suatu kebudayaan. Kebudayaan merupakan milik bersama dalam suatu
kelompok, artinya para warganya memiliki kebiasaan sejumlah pola-pola berpikir
dan berkelakuan yang didapat dan dikembangkan melalui proses belajar. Hal-hal
yang dimiliki bersama ini harus menjadi sesuatu yang khas dan unik, yang akan
tetap memperhatikan diri di antara berbagai kebiasaan-kebiasaan pribadi yang
sangat variatif.
3.
Bahasa
Bahasa adalah identitas nasional bersumber dari salah satu lambing suatu
negara. Bahasa adalah merupakan satu keistimewaan manusia, khususnya dalam
kaitan dengan hidup bersama dalam masyarakat adalah adanya bahasa.
4.
Kondisi
Geografis
Kondisi geografis merupakan identitas yang bersifat alamiah. Kedudukan
geografis wilayah negara menunjukkan tentang lokasi negara dalam karangka
ruang, tempat, dan waktu, sehingga untuk waktu tertentu menjadi jelas
batas-batas wilayahnya di atas bumi.
C. Karakteristik Identitas Nasional
a.
Unsur-unsur
Pembentuk Identitas Nasional
Identitas nasional, pada hakikatnya manifestasi nilai-nilai budaya yang
tumbuh dan berkembang dalam berbagai aspek kehidupan suatu nation (bangsa)
dengan ciri-ciri khas, dimana dengan ciri-ciri yang khas tersebut suatu bangsa
berbeda dengan bangsa lain hidup dan kehidupannya. Diletakkan dalam konteks
Indonesia, maka identitas nasional itu merupakan manifestasi nilai-nilai budaya
yang sudah tumbuh dan berkembang sebelum masuknya agama-agama besar di bumi
nusantara ini dalam berbagai aspek kehidupan dan ratusan suku yang kemudian
“dihimpun” dalam satu kesatuan Indonesia menjadi kebudayaan nasional dengan
acuan pancasila dan roh Bhineka Tunggal Ika sebagai dasar dan arah
pengembangannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Identitas nasional pada saat ini terbentuk dari 6 unsur yaitu sejarah
perkembangan bangsa Indonesia, kebudayaan bangsa Indonesia, suku bangsa, agama,
dan budaya unggul. Namun demikian, unsur-unsur ini tidak statis dan akan
berkembang sesuai dengan tujuan bangsa Indonesia.
b.
Pelaksanaan
Unsur-unsur Identitas Nasional
Pada hakikatnya identitas nasional Indonesia sebagai bangsa di dalam
hidup dan kehidupan berbangsa dan bernegara adalah pancasila yang
aktualisasinya tercermin dalam berbagai penataan kehidupan kita dalam arti
luas, misalnya dalam pembukaan beserta UUD 1945, sistem pemerintahan yang diterapkan, nilai-nilai
etik, moral, tradisi, bahasa, mitos, ideology dan lain sebagainya yang secara
normative diterapkan di dalam pergaulan baik dalam tataran nasional maupun
internasional dan lain dan lain sebagainya.
Perlu dikemukakan bahwa nilai-nilai budaya yang tercermin sebagai
identitas Nasional Indonesia bukanlah barang
jadi yang sudah selesai “mandheg” dalam kebekuan normative dan dogmatis,
melainkan sesuatu yang “terbuka” cenderung terus-menerus bersemi sejalan dengan
hasrat menuju kemajuan yang diimplikasikannya adalah bahwa identitas nasional
adalah juga sesuatu yang terbuka, dinamis dan dialektis untuk ditafsir dengan
diberi makna baru agar tetap relevan dan fungsional dalam kondisi actual yang
berkembang dalam masyarakat.
Krisis multidimensi yang kini sedang melanda masyarakat kita menyadarkan
kita semua, bahwa pelestarian budaya sebagai upaya untuk mengembangkan
identitas nasional kita telah ditegaskan sebagai komitmen konstitusional
sebagaimana dirumuskan oleh para pendiri negara kita dalam pembukaan, khususnya
dalam pasal 32 UUD 1945 beserta penjelasannya, yaitu : “pemerintah memajukan
kebudayaan Nasional Indonesia” yang diberi penjelasan :
“kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha
budaya rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli terdapat sebagai
puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerrah di seluruh Indonesia, terhitung
sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju kearah kemajuan adab,
budaya dan persatuan dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan
asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri
serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia”.
Kemudian dalam UUD 1945 yang diamandemenkan dalam satu naskah disebutkan
dalam pasal 32 :
1)
Negara
memajukan kebudayaan nasional Indonesia ditengah peradaban dunia dengan
menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkaan nilai-nilai
budaya
2)
Negara
menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional
Dengan
demikian secara konstitusional pengembangan kebudayaan untuk membina dan
mengembangkan identitas nasional kita telah diberi dasar dalam khasanah ilmiah
terdapat tidak kurang dari 116 definisi sebagaimana dinyatakan oleh Kroeber dan
Klukhohn di tahun 1952,
Untuk
mendukung tetap tumbuh dan berkembangnya identitas nasional bagi bangsa
Indonesia diperlukan adanya :
a.
Nasionalisme
yang kuat menjadi pilar terhadap pengaruh buruk perkembangan teknologi yang
cukup pesat. Dalam hal ini bangsa Indonesia harus komit terhadap nilai bersama
yang harus dijaga. Menurut Haas yang dikutip Yahya dalam Sumaatmadja &
Wihardit (2010:3,7) nasionalisme menunjuk pada totalitas kultur, sejarah, bahasa,
dan psykologi serta sentiment social lainnya yang menarik orang pada satu
perasaan saling memiliki cita-cita maupun kemasyarakatan
b.
Implementasi
norma dan agama yang menjadi landasan untuk dapat memilih dan memilah informasi
yang dapat digunakan. Ini penting untuk menagkal pengaruh negative seiiring
dengan gelombang globalisasi
c.
Pelestarian
nilai budaya bangsa yang dapat dijadikan filter terhadap berbagai pengaruh
negative serta pilar pendukung pengaruh budaya asing yang berdampak positif
bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai contoh “ alan-alon asal kelakon
sebagai simbul kehati-hatian dalam bertindak, guru kencing berdiri, murid
kencing berlari sebagai simbul keteladanan, berat sama dipikul ringan sama
dijinjing sebagai simbul kebersamaan. “pela Gandong” di Ambon sebagai simbul
untuk landasan kerukunan.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
a. identitas nasional pada hakikatnya adalah :
“manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek
kehidupan suatu bangsa (nation) dengan
ciri-ciri khas, dan dengan ciri-ciri khas tadi suatu bangsa berbeda dengan
bangsa lain dalam kehidupannya” (Wibisono Koento:2005).
b. Parameter Identitas Nasional : 1) Pola
Perilaku 2) Lambang-lambang 3) Alat Perlengkapan dan 4) Tujuan yang ingin
dicapai
c. Untuk pembentuk berdasarkan parameter
sosiologi : 1) Suku bangsa 2) Kebudayaan 3) Bahasa dan 4) Kondisi Geografis
d. Unsur-unsur Pembentukan Identitas Nasional :
-
Sejarah
-
Kebudayaan
-
Suku
bangsa
-
Agama
-
Budaya
unggul
-
bahasa
3.2 SARAN
Identitas
nasional merupakan suatu ciri yang dimiliki oleh bangsa kita untuk dapat
membedakannya dengan bangsa lain. Jadi, untuk dapat mempertahankan
keunika-keunikan dari bangsa Indonesia itu sendiri maka kita harus menanamkan
akan cinta tanah air yang diwujudkan dalam bentuk ketaatan dan kepatuhan
terhadap atura-aturan yang telah ditetapkan serta mengamalkan nilai-nilai yang
sudah tertera dengan jelas di dalam pancasila yang dijadikan sebagai falsafah
dan dasar hidup bangsa Indonesia. Dengan keunikan inilah, Indonesia menjadi
suatu bangsa yang tidak dapat disamakan dengan bangsa lain dan itu semua tidak
akan pernah lepas dari tanggung jawab dan perjuangan dari warga Indonesia itu
sendiri untuk tetap menjaga nama baik bangsanya.
DAFTAR PUSTAKA
Payerli Pasaribu,
2016, Pendidikan Kewarganegaraan Edisi
Revisi,UNIMED,Medan.
Srijanti,dkk,
2007, Etika Berwarga Negara; Pendidikan
Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi,Salemba Empat,Jakarta.