Rabu, 01 Maret 2017

Identitas Nasional



MAKALAH
TENTANG IDENTITAS NASIONAL
Tugas ini Disusun Untuk Memenuhi
Tugas Kelompok Mata Kuliah Kewarganegaraan
Dosen Pengampu : Apiek Gandamana, S.Pd, M.Pd

DI
S
U
S
U
N
OLEH
KELOMPOK 2
FRANS WESLEY MUNTHE
WAGINO
YASSER ARAFAT

KELAS EKSTENSI
index.jpg




UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
FAKULTAS EKONOMI
MANAJEMEN
2017

 

 

KATA PENGANTAR


Segala puji dan syukur kita panjatkan pada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa (TYME)  atas karunianya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Identitas Nasional”. Tujuan kami membuat makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kuliah kami denga mata kuliah “Kewarganegaraan”.

Dengan penuh kesadaran kami  tahu bahwa sesungguhnya makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Dalam proses pembuatan ini kami menjumpai hambatan, namun berkat dukungan materil dari berbagai pihak, akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan cukup baik, oleh karena itu melalui kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih.

Kami mohon maaf bila masih ada kesalahan dalam pembuatan makalah ini. Kritik dan saran kami terima dengan sepenuh hati.

Medan,   Februari  2017
Penulis















DAFTAR ISI











 




BAB II

PENDAHULUAN


2.1 Latar Belakang

Pada era globalisasi ini, idiologi pancasila bisa saja menguasai dunia. Kapitalisme dapat mengubah masayarakat dan menjadi sistem internasional yang menentukan nasib ekonomi sebagian besar bangsa-bangsa di dunia. Secara kapitalisme juga dapat mempengaruhi sistem social politik dan budaya masyarakat diberbagai negara.
Dalam kondisi dimana negara-negara nasional telah dipengaruhi prinsip kapitalisme, lambat laun negara-negara kebangsaan akan semakin terdesak. Dalam menghadapi kondisi seperti itu, tentunya sangat tergantung kemampuan bangsa yang bersangkutan mempertahankan jati dirinya.
Merujuk pendapat Toyenbee setiap bangsa yang memiliki ciri khas tersendiri akan menghadapi tantangan dari pengaruh budaya asing. Jika suatu bangsa dihadapkan dengan tantangan yang cukup besar, sementara kemampuan untuk merespon tantangan relative kecil dimungkinkan bangsa bersangkutan menjadi punah. Namun demikian jika tantangan yang dihadapi kecil sementara kemampuan yang dimiliki bangsa untuk menghadapinya cukup besar, maka bangsa yang bersangkutan tidak akan berkembang menjadi bangsa yang kreatif. Karena itu setiap bangsa yang ingin eksis dalam pergaulan internasional haruslah meletakkan jati diri dan identitas nasionalnya sebagai dasar kepribadian.
Demikian halnya dengan bangsa Indonesia, agar dapat tetap eksis menghadapi globalisasi, maka harus meletakkan jati diri dan identitas nasional yang merupakan kepribadian Indonesia sebagai dasar pengembangan kreativitas budaya dalam pergaulan internasional. Diharapkan justru dalam menghadapi globalisasi dengan berbagai tantangan yang dibeberapa negara cenderung menghancurkan nasionalisme-nasionalisme kesadaran nasional Indonesia bangkit kembali.
Identitas nasional Indonesia yang diharapkan tidak cukup hanya dipahami secara statis, tetapi juga dalam konteks dinamis. Karena pengembangan identitas nasional secara dinamis lebih memungkinkan suatu bangsa diperhitungkan dalam pergaulan antar bangsa di dunia. Sebagai contoh beberapa bangsa (misalnya bangsa inggris) menjadi dikenal di dunia, tidak terlepas dari akselerasi pembangunan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sehubungan dengan indentitas nasional secara dinamis, bangsa Indonesia harus memiliki visi yang jelas. Terlebih dalam melakukan reformasi identitas nasional Indonesia haruslah dikembangkan melalui dasar filosofi bangsa dan negara yaitu Bhineka Tunggal Ika, yang terkandung dalam filosofi pancasila. Karena itu bangsa Indonesia harus semakin terbuka, dan dinamis namun harus tetap berkeadapan serta memiliki kesadaran akan kebersamaan dan persatuan.

2.2 Rumusan Masalah

a. Apa yang dimaksud dengan Identitas Nasional?
b. Bagaimana Karakteristik Identitas Nasional?
c. Bagaimana Parameter Identitas Nasional itu?

2.3 Tujuan

a. Mengetahui secara detail mengenai Identitas, Karakteristik, dan Parameter Nasional


















BAB I

PEMBAHASAN


A.    Pengertian Identitas Nasional


Dewasa ini, setiap bangsa tidak mungkin bisa menghindar dari pengaruh kehidupa global. Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang sangat pesat membuat batas-batas teritori negara. Tidak berarti dalam menghempang masuknya pengaruh-pengaruh asing.dengan kenyataan demikian globalisasi menjadi tantangan yang sangat kuat bagi eksistensi suatu bangsa. Tidak terkecuali bangsa Indonesia dihadapkan dalam pengaruh kekuatan internasional. Oleh karena itu agar bangsa Indonesia tetap eksis dalam menghadapi globalisasi maka harus tetap meletakkan jati diri dan identitas nasional yang merupakan kepribadian bangsa Indonesia sebagai dasar pengembangan kreativitas budaya globalisasi. Sebagaimana terjadi diberbagai negara di dunia, justru dalam era globalisasi dengan penuh tantangan yang cenderung menghancurkan nasionalisme, muncul kebangkitan kembali kesadaran nasional.
            Pengertian identitas nasional pada hakikatnya adalah : “manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan suatu bangsa (nation) dengan ciri-ciri khas, dan dengan ciri-ciri khas tadi suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain dalam kehidupannya” (Wibisono Koento:2005).
            Identitas berasal dari kata identity yang berarti ciri-ciri, tanda-tanda, atau jati diri yang melekat pada seorang atau sesuatu yang membedakannya dengan yang lain. Dalam terminology antropologi, identitas adalah sifat khas yang menerangkan dan sesuai dengan kesadaran diri pribadi, golongan, kelompok, komunitas atau negara sendiri. Kata “nasional” dalam identitas nasional merupakan identitas yang melekat pada kelompok-kelompok yang lebih besar yang diikat oleh kesamaan-kesamaan, baik fisik seperti budaya, agama, bahasa maupun nonfisik seperti keinginan, cita-cita, dan tujuan. Istilah identitas nasional atau identitas bangsa melahirkan tindakan kelompok (collective action) yang diberi atribut nasional.
Istilah “identitas nasional” secara terminologis adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang secara  filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lain (kaelan & Zubaidi, 2007:43) merujuk pada pengertian ini, dapat dipastikan bahwa setiap bangsa memiliki identitas yang menjadi keunikan tersendiri, yang tercermin dalam sifat, ciri-ciri serta karakter dari bangsa bersangkutan. Pembentukan identitas nasional tentunya tidak terlepas dari proses terbentuknya seuatu bangsa secara historis. Karena itu pula maka identitas nasional suatu bangsa tidak dapat dipisahkan dari jati diri bangsa bersangkutan yang lebih popular disebut sebagai kepribadian suatu bangsa.
            Kepribadian sebagai identitas bangsa, melekat pada diri setiap individu anggota suatu bangsa. Dalam hal ini yang dimaksud dengan bangsa adalah sekelompok dasar manusia yang dalam proses sejarahnya mengalami persamaan nasib, dan oleh karenanya mempunyai persamaan watak atau karakter yang kuat untuk bersatu dan hidup bersama mendiami suatu wilayah tertentu sebagai suatu “kesatuan nasional”. Para tokoh besar ilmu pengetahuan yang mengkaji tentang hakikat kepribadian bangsa tersebut dari beberapa disiplin ilmu, antara lain Margareth Mead, Ruth Benedict, Ralph Linton, Abraham Kardiner, Davis Riesman. Menurut Mead dalam “Antrophology to Day” (1954) misalnya, bahwa studi tentang “National Character” mencoba untuk menyusun suatu kerangka pikiran yang merupakan suatu konstruksi tentang bagaimana sifat-sifat yang dibawa oleh kelahiran dan unsur-unsur Idiotyncrotie pada tiap-tiap manusia dan patron umum serta patron individu dari proses pendewasaannya diintegrasikan dalam tradisi social yang didukung oleh bangsa itu sedemikian rupa sehingga Nampak sifat-sifat kebudayaan yang sama, yang menonjol yang menjadi ciri khas suatu bangsa tersebut (Kroeber, 1954, 1981:7 dalam Kaelan & Zubaidi, 2007:43).
            Merujuk hasil penelitian Ralph Linton bersama dengan pakar Psikolog Abraham Kardiner, tentang watak umum suatu bangsa dengan objek penelitiannya bangsa Maequesesas dan Tanala yang menghasilkan sebuah konsepsi tentang basic personality structure. Kaelan dan Zubaidi (2007) menyatakan semua unsur watak sama dimiliki oleh sebagian besar warga suatu masyarakat. Unsur watak yang sama ini disebabkan oleh pengalaman-pengalaman yang sama yang telah dialami oleh warga masyarakat tersebut, karena mereka hidup dibawah pengaruh suatu lingkungan kebudayaan selama masa tumbuh dan berkembangnya bangsa tersebut.
            Linton juga mengemukakan pengertian tentang status personality, yaitu watak individu yang ditentukan oleh statusnya yang didapatkan dari kelahiran maupun dari segala daya upayanya. Status personality seseorang mengalami perubahan dalam suatu saat, jika seseorang tersebut bertindak dalam kedudukannya yang berbeda-beda, misalnya sebagai ayah, sebagai pegawai, sebagai anak laki-laki, sebagai pedagang dan sebagainya.
            Berdasarkan uraian diatas, maka pengertian kepribadian sebagai suatu identitas nasional suatu bangsa, adalah keseluruhan atau totalitas dari kepribadian individu-individu sebagai unsur yang membentuk bangsa tersebut. Oleh karena itu, pengertian identitas nasional suatu bangsa tidak dapat dipisahkan dengan pengertian “Peoples Character”, “National Character”, atau “National Identity”.  Dalam hubungannya dengan identitas nasional Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia kiranya sangat sulit jikalau hanya dideskripsikan berdasarkan ciri khas fisik. Hal ini mengingat bangsa Indonesia itu terdiri atas berbagai macam unsur etnis, ras, suku, kebudayaan, agama serta karakter yang sejak asalnya memang memiliki suatu perbedaan. Oleh karena itu, kepribadian bangsa Indonesia sebagai suatu identitas nasional secara historis berkembang dan menemukan jati dirinya setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
            Namun demikian, identitas nasional suatu bangsa tidak cukup hanya dipahami secara statis mengingat bangsa adalah kumpulan manusia-manusia yang senantiasa berinteraksi dengan bangsa lain di dunia dengan hasil budayanya. Oleh karena itu, identitas nasional suatu bangsa termasuk identitas nasional Indonesia juga harus dipahami dalam konteks dinamis. Menurut Robert de Ventos sebagaimana dikutip oleh Manuel Castells dalam bukunya, The Power Of Identity (dalam Suryo, 2002), mengemukakan bahwa selain factor etnisitas, teritoral, bahasa, agama, serta budaya, juga factor dinamika suatu bangsa tersebut dalam proses pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, identitas nasional bangsa Indonesia juga harus dipahami dalam arti dinamis, yaitu bagaimana bangsa Indonesia melakukan akselerasi dalam pembangunan, termasuk proses interaksinya secara global dengan bangsa-bangsa lain di dunia internasional.
            Bagi bangsa Indonesia dimensi identitas nasional belum menunjukkan perkembangan kearah sifat kreatif serta dinamis. Setelah bangsa Indonesia memproklamasikan Kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, berbagai perkembangan kearah kehidupan kebangsaan dan kenegaraan mengalami kemerosotan dari segi identitas nasional. Pada masa mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia diharapkan pada kemelut kenegaraan sehingga tidak membawa kemajuan bangsa dan negara.
            Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 bangsa Indonesia kemali ke UUD 1945. Pada saat itu dikenal periode orde lama dengan penekanan kepada kepemimpinan yang sifatnya sentralistik. Pada periode tersebut partai komunis semakin berkembang dengan subur, bahkan tatkala mencapai kejayaannya berupaya untuk menumbangkan pemerintah Indonesia, yang ditandai dengan perang saudara yang memakan banyak korban rakyat kecil. Maka  muncullah gerakan aksi dari para pemuda, pelajar, dan mahasiswa untuk menyelamatkan bangsa dan negara dari bahaya negara atheistic.
            Kejatuhan kekuasaan Orde Lama digantikan dengan kekuasaan Orde Baru yang dipimpin oleh Jenderal Soeharto. Pada periode Orde Baru, Soeharto mengembangkan program pembangunan Nasional yang sangat popular dengan program Repelita. Memang sudah banyak yang dilakukan Soeharto melalui pembangunan yang banyak dinikmati rakyat, namun dalam kenyataannya pemerintah saat itu banyak melakukan hutang ke dana moneter internasional, sehingga rakyat kembali dihadapkan pada beban yang sangat berat, yaitu menanggung hutang negara. Selama kurang lebih tiga puluh dua tahun Soeharto berkuasa seakan-akan bangsa Indonesia menunjukkan kepada masyarakat dunia internasional bahwa bangsa Indonesia menunjukkan kepada masyarakat dunia internasional bahwa bangsa Indonesia sebagai bangsa yang demokratis. Namun, dalam kenyataannya hanya semu belaka, pemerintah pemilu memilih wakil-wakil rakyat namun secara langsung atau tidak langsung juga mengarah kepada model kepemimpinan yang sentralistik bahkan juga ditandai dengan kekuasaan militer. Pada saat itu bangsa Indonesia berupaya secara dinamis akan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui menristek, bahkan juga dikembangkan teknologi modern dengan mengembangkan perusahaan pesawat terbang “Nurtanio” yang dipelopori oleh B.J Habibie. Meskipun seakan-akan pemerintah pada saat itu mengembangkan teknologi modern, namun dalam kenyataannya industry pesawat terbang tersebut belum memberikan peningkatan kesejahteraan rakyat. Yang paling memprihatinkan saat itu adalah berkembangnya budaya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang mengakar pada pejabat pemerintah negara, sehingga konsekuensinya identitas nasional Indonesia saat itu dikenal sebagai bangsa yang “korup”. Selain itu penguasa Orde Baru saat itu menempatkan filsafat negara pancasila yang sekaligus juga sebagai identitas bangsa dan negara Indonesia, sebagai alat legitimasi politis untuk mempertahankan kekuasaan. Akibatnya saat itu sebagian rakyat bahkan banyak kalangan elit politik memiliki pemahaman epistermologis yang sesat yaitu pancasila sebagai dasar filsafat negara dan kepribadian bangsa Indonesia, seakan-akan identic dengan kekuasaan Orde Baru.
            Pasca kekuasaan Orde Baru, bangsa Indonesia melakukan suatu gerakan nasional yang popular disebut sebagai gerakan “reformasi”. Rakyat dengan ditokohi oleh kalangan elit politik, para intelektual termasuk mahasiswa melakukan reformasi dengan tujuan peningaktan kesejahteraan atas kehidupan rakyat. Diharapkan pada era reformasi dewasa ini kehidupan rakyat menjadi  semakin bebas, demokratis, dan yang lebih penting lagi adalah meningkatnya kesejahteraan rakyat baik lahir maupun batin. Sudah banyak memang yang dilakukan pemerintah negara Indonesia dalam melakukan reformasi, baik di  bidang politik, Zubaidi,  (2007: 42-46). Namun demikian masih dihadapkan kepada berbagai masalah yang memerlukan perjuangan lebih lanjut.

B.     Parameter Identitas Nasional

Parameter identitas nasional adalah suatu ukuran atau patokan yang dapat digunakan untuk menyatakan sesuatu meliputi ciri khas suatu bangsa. Sesuatu yang diukur adalah unsur suatu identitas seperti kebudayaan yang menyangkut norma, bahasa, adat istiadat, dan teknologi, sesuatu yang alami atau ciri yang sudah terbentuk seperti geografis.
            Sesuatu yang terjadi dalam suatu masyarakat dan mencari ciri atau identitas nasional biasanya mempunyai indicator sebagai berikut :
a.       Identitas nasional menggambarkan pola perilaku yang terwujud melalui aktivitas masyarakat sehari-harinya. Identitas ini menyangkut adat-istiadat, tata kelakuan, dan kebiasaan. Ramah tamah, hormat kepada orang tua, dan gotong royong merupakan salah satu identitas nasional yang bersumber dari adat-istiadat dan tata kelakuan.
b.      Lambang-lambang yang merupakan ciri dari bangsa dan secara simbolis menggambarkan tujuan dan fungsi bangsa. Lambing-lambang negara ini biasanya dinyatakan dalam undang-undang seperti Garuda Pancasila, bendera, bahasa, dan lagu kebangsaan.
c.       Alat-alat perlengkapan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan seperti bangunan, teknologi, dan peralatan manusia. Identitas yang berasal dari perlengkapan ini seperti bangunan yang merupakan tempat ibadah (Borobudur, perambanan, masjid, dan gereja), peralatan manusia (pakaian adat, teknologi bercocok tanam), dan teknologi (pesawat terbang, kapal laut, dan lainnya).
d.      Tujuan yang ingin dicapai suatu bangsa. Identitas yang bersumber dari tujuan ini bersifat dinamis dan tidak tetap seperti budaya unggul, prestasi dalam bidang tertentu, seperti di indonesai dikenal dengan bulu tangkis.
Bagi bangsa Indonesia. Pengertian parameter identitas nasional tidak merujuk hanya pada individu (adat-istiadat dan tata laku), tetapi berlaku pula pada suatu kelompok Indonesia sebagai suatu bangsa yang majemuk, maka kemajemukan itu merupakan unsur-unsur atau parameter pembentuk identitas yang melekat dan diikat oleh kesamaan-kesamaan yang terdapat pada segenap warganya. Unsur-unsur pembentuk identitas nasional berdasarkan ukuran parameter sosiologis adalah : suku bangsa, kebudayaan, dan bahasa maupun fisik seperti kondisi geografis.
1.      Suku Bangsa
Suku bangsa adalah golongan social yang khusus dan bersifat asktiptif (ada sejak lahir), yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. Indonesia dikenal bangsa dengan banyak suku bangsa,  dan menurut statistic hamper mencapai 300 suku bangsa. Setiap suku mempunyai adat istiadat, tata kelakukan, dan norma ang berbeda, namun demikian beragam suku ini mampu mengintegrasikan dalam suatu negara Indonesia untuk mencapai tujuan yaitu masyarakat yang adil dan makmur.

2.      Kebudayaan
Kebudayaan menurut ilmu sosiologi termaksud kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, adat istiadat. Kebudayaan sebagai parameter identitas nasional bukanlah suatu yang bersifat individual. Apa yang dilakukan sebagai kebiasaan pribadi bekanlah suatu kebudayaan. Kebudayaan merupakan milik bersama dalam suatu kelompok, artinya para warganya memiliki kebiasaan sejumlah pola-pola berpikir dan berkelakuan yang didapat dan dikembangkan melalui proses belajar. Hal-hal yang dimiliki bersama ini harus menjadi sesuatu yang khas dan unik, yang akan tetap memperhatikan diri di antara berbagai kebiasaan-kebiasaan pribadi yang sangat variatif.

3.      Bahasa
Bahasa adalah identitas nasional bersumber dari salah satu lambing suatu negara. Bahasa adalah merupakan satu keistimewaan manusia, khususnya dalam kaitan dengan hidup bersama dalam masyarakat adalah adanya bahasa.


4.      Kondisi Geografis
Kondisi geografis merupakan identitas yang bersifat alamiah. Kedudukan geografis wilayah negara menunjukkan tentang lokasi negara dalam karangka ruang, tempat, dan waktu, sehingga untuk waktu tertentu menjadi jelas batas-batas wilayahnya di atas bumi.

C.     Karakteristik Identitas Nasional

a.       Unsur-unsur Pembentuk Identitas Nasional
Identitas nasional, pada hakikatnya manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam berbagai aspek kehidupan suatu nation (bangsa) dengan ciri-ciri khas, dimana dengan ciri-ciri yang khas tersebut suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain hidup dan kehidupannya. Diletakkan dalam konteks Indonesia, maka identitas nasional itu merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang sudah tumbuh dan berkembang sebelum masuknya agama-agama besar di bumi nusantara ini dalam berbagai aspek kehidupan dan ratusan suku yang kemudian “dihimpun” dalam satu kesatuan Indonesia menjadi kebudayaan nasional dengan acuan pancasila dan roh Bhineka Tunggal Ika sebagai dasar dan arah pengembangannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Identitas nasional pada saat ini terbentuk dari 6 unsur yaitu sejarah perkembangan bangsa Indonesia, kebudayaan bangsa Indonesia, suku bangsa, agama, dan budaya unggul. Namun demikian, unsur-unsur ini tidak statis dan akan berkembang sesuai dengan tujuan bangsa Indonesia.

b.      Pelaksanaan Unsur-unsur Identitas Nasional
Pada hakikatnya identitas nasional Indonesia sebagai bangsa di dalam hidup dan kehidupan berbangsa dan bernegara adalah pancasila yang aktualisasinya tercermin dalam berbagai penataan kehidupan kita dalam arti luas, misalnya dalam pembukaan beserta UUD 1945, sistem  pemerintahan yang diterapkan, nilai-nilai etik, moral, tradisi, bahasa, mitos, ideology dan lain sebagainya yang secara normative diterapkan di dalam pergaulan baik dalam tataran nasional maupun internasional dan lain dan lain sebagainya.
Perlu dikemukakan bahwa nilai-nilai budaya yang tercermin sebagai identitas Nasional Indonesia bukanlah barang  jadi yang sudah selesai “mandheg” dalam kebekuan normative dan dogmatis, melainkan sesuatu yang “terbuka” cenderung terus-menerus bersemi sejalan dengan hasrat menuju kemajuan yang diimplikasikannya adalah bahwa identitas nasional adalah juga sesuatu yang terbuka, dinamis dan dialektis untuk ditafsir dengan diberi makna baru agar tetap relevan dan fungsional dalam kondisi actual yang berkembang dalam masyarakat.
Krisis multidimensi yang kini sedang melanda masyarakat kita menyadarkan kita semua, bahwa pelestarian budaya sebagai upaya untuk mengembangkan identitas nasional kita telah ditegaskan sebagai komitmen konstitusional sebagaimana dirumuskan oleh para pendiri negara kita dalam pembukaan, khususnya dalam pasal 32 UUD 1945 beserta penjelasannya, yaitu : “pemerintah memajukan kebudayaan Nasional Indonesia” yang diberi penjelasan :
“kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budaya rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerrah di seluruh Indonesia, terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju kearah kemajuan adab, budaya dan persatuan dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia”.
Kemudian dalam UUD 1945 yang diamandemenkan dalam satu naskah disebutkan dalam pasal 32 :
1)      Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia ditengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkaan nilai-nilai budaya
2)      Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional
Dengan demikian secara konstitusional pengembangan kebudayaan untuk membina dan mengembangkan identitas nasional kita telah diberi dasar dalam khasanah ilmiah terdapat tidak kurang dari 116 definisi sebagaimana dinyatakan oleh Kroeber dan Klukhohn di tahun 1952,
Untuk mendukung tetap tumbuh dan berkembangnya identitas nasional bagi bangsa Indonesia diperlukan adanya :
a.       Nasionalisme yang kuat menjadi pilar terhadap pengaruh buruk perkembangan teknologi yang cukup pesat. Dalam hal ini bangsa Indonesia harus komit terhadap nilai bersama yang harus dijaga. Menurut Haas yang dikutip Yahya dalam Sumaatmadja & Wihardit (2010:3,7) nasionalisme menunjuk pada totalitas kultur, sejarah, bahasa, dan psykologi serta sentiment social lainnya yang menarik orang pada satu perasaan saling memiliki cita-cita maupun kemasyarakatan
b.      Implementasi norma dan agama yang menjadi landasan untuk dapat memilih dan memilah informasi yang dapat digunakan. Ini penting untuk menagkal pengaruh negative seiiring dengan gelombang globalisasi
c.       Pelestarian nilai budaya bangsa yang dapat dijadikan filter terhadap berbagai pengaruh negative serta pilar pendukung pengaruh budaya asing yang berdampak positif bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai contoh “ alan-alon asal kelakon sebagai simbul kehati-hatian dalam bertindak, guru kencing berdiri, murid kencing berlari sebagai simbul keteladanan, berat sama dipikul ringan sama dijinjing sebagai simbul kebersamaan. “pela Gandong” di Ambon sebagai simbul untuk landasan kerukunan.



BAB III

PENUTUP


3.1 KESIMPULAN

       
a.       identitas nasional pada hakikatnya adalah : “manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan suatu bangsa (nation) dengan ciri-ciri khas, dan dengan ciri-ciri khas tadi suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain dalam kehidupannya” (Wibisono Koento:2005).
b.      Parameter Identitas Nasional : 1) Pola Perilaku 2) Lambang-lambang 3) Alat Perlengkapan dan 4) Tujuan yang ingin dicapai
c.       Untuk pembentuk berdasarkan parameter sosiologi : 1) Suku bangsa 2) Kebudayaan 3) Bahasa dan 4) Kondisi Geografis
d.      Unsur-unsur Pembentukan Identitas Nasional :
-          Sejarah
-          Kebudayaan
-          Suku bangsa
-          Agama
-          Budaya unggul
-          bahasa

3.2 SARAN

Identitas nasional merupakan suatu ciri yang dimiliki oleh bangsa kita untuk dapat membedakannya dengan bangsa lain. Jadi, untuk dapat mempertahankan keunika-keunikan dari bangsa Indonesia itu sendiri maka kita harus menanamkan akan cinta tanah air yang diwujudkan dalam bentuk ketaatan dan kepatuhan terhadap atura-aturan yang telah ditetapkan serta mengamalkan nilai-nilai yang sudah tertera dengan jelas di dalam pancasila yang dijadikan sebagai falsafah dan dasar hidup bangsa Indonesia. Dengan keunikan inilah, Indonesia menjadi suatu bangsa yang tidak dapat disamakan dengan bangsa lain dan itu semua tidak akan pernah lepas dari tanggung jawab dan perjuangan dari warga Indonesia itu sendiri untuk tetap menjaga nama baik bangsanya.

DAFTAR PUSTAKA


Payerli Pasaribu, 2016, Pendidikan Kewarganegaraan Edisi Revisi,UNIMED,Medan.
Srijanti,dkk, 2007, Etika Berwarga Negara; Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi,Salemba Empat,Jakarta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar